It
because of (Bang) Ananda Badudu told in his (and Mbak Rara Sekar) website (or
blog, I am forget) about his very favorit book. He mentioned Le Petit Prince, that
basicly a book for kids. Kind of weird, because he has a good linguistic skill,
related to his grandfather. That kind of book would not be in his list. But I
was wrong, so here I am telling about:
Le Petit Prince
Le Petit Prince
(Pangeran Kecil) adalah novel karya Antoine de Saint-Exupéry yang diterbitkan
pada tahun 1943. Novel berbahasa Perancis ini telah diterjemahkan ke dalam
lebih dari 180 bahasa dan terjual lebih dari 80 juta eksemplar. Walaupun
ditujukan sebagai bacaan anak-anak, Pangeran Kecil sering melontarkan makna
yang dalam dan idealis tentang kehidupan dan sifat-sifat manusia. Dalam novel
ini, Saint-Exupéry menceritakan tentang pertemua tokoh utamanya dengan mahluk
asing, sang Pangeran Kecil (yang berbentuk manusia) di tengah-tengah Gurun
Sahara. Dalam percakapan mereka, sang penulis mengemukakan pandangannya tentang
kesalahpahaman yang sering dilakukan oleh manusia dan kebenaran sederhana yang
sering dilupakan oleh mereka seiring mereka bertambah dewasa. Sari pati buku
ini sering dinyatakan terangkum dalam kutipan terkenal yang dinyatakan oleh
rubah kepada Pangeran Kecil:
"On ne voit bien qu'avec le cœur, l'essentiel
est invisible pour les yeux."
(Seseorang
hanya dapat melihat dengan sebaik-baiknya melalui hatinya, karena yang
terpenting (dalam kehidupan) tidak terlihat oleh mata)
Kutipan lain yang juga
terkenal adalah saat sang rubah mengungkapkan tentang penaklukan.
"Manusia
kadang sering lupa, bahwa mereka bertanggung jawab, selamanya, atas apa yang
telah mereka jinakkan".
The Little Prince adalah
sebuah fabel klasik tentang diri manusia, manusia dewasa tepatnya. Buku kecil
namun tipis dengan makna sangat mendalam ini berkisah tentang seorang penerbang
yang pesawatnya jatuh di tengah Gurun Sahara. Dalam ancaman keterisolasian dan
minimnya air minum, ia harus berjuang memperbaiki pesawatnya kalau ingin
kembali ke peradaban dan tidak menghilang di tengah padang gurun tak dikenal.
Anehnya, saat ia sedang serius memikirkan jalan keluar, tiba-tiba muncullah
seorang pangeran kecil dengan rambut keemasan yang memintanya menggambarkan
biri-biri untuknya. Sungguh sebuah hal yang sangat absurb. Bayangkan, saat diri
Anda tengah terancam oleh panasnya padang gurun dan ada anak kecil yang minta
Anda menggambarkan seekor biri-biri untuknya, bukannya meminta air atau perlindungan.
Awalnya, si
penerbang—sebagaimana kebanyakan orang dewasa lainnya—hanya tertawa dan
menganggap si anak sedang demam karena kepanasan. Tapi, si Pangeran Kecil tetap
memaksa dan terpaksalah si penerbang menggambarkan biri-biri untuknya. Tanpa
sadar, teringatlah si Penerbang akan masa kecilnya, masa kecil ketika dulu
tidak ada seorang dewasa pun yang mengerti maunya. Tanpa sadar, sang Pangeran
Kecil telah mengingatkannya kembali tentang fakta bahwa orang dewasa itu sering
kali begitu absurb dan melupakan esensi dari menikmati kehidupan itu sendiri.
“Orang-orang dewasa
menyukai angka. Ketika kau mendeskripsikan seorang teman baru kepada mereka,
mereka tak pernah menanyakan padamu hal-hal yang penting. Mereka tak
pernah bertanya, ‘Seperti apa suaranya? Apa permainan favoritnya? Apakah da
mengoleksi kupu-kupu?’ Bukannya bertanya begitu mereka malah menuntut ‘Berapa
umurnya? Berapa banyak kakak dan adiknya?, Berapa beratnya?, berapa penghasilan
ayahnya?
Bagi orang dewasa, yang
terpenting adalah angka, angka, dan angka. Tidakkah Anda juga demikian?
Kesibukan dunia kerja dan beragam tuntutan rumah tangga tanpa sadar telah
mendorong kita untuk terlalu mengejar angka-angka yang sifatnya duniawi. Kita
menjadi hanya memandang indah semua hal yang berkaitan dengan uang, jabatan,
kekayaan, dan prestasi. Kita sudah lupa dengan keagungan di balik keindahan
mawar yang tumbuh di pinggir jalan, tentang padang pasir maha luas yang
membuktikan ke-Maha Luasan kekuasaan Sang Penciptanya.
“Jika kau berkata
kepada orang-orang dewasa, “Aku melihat rumah indah terbuat dari bata merah
jambu, dengan bunga geranium di jendela-jendelanya, dan merpati di atapnya,
mereka tak bisa membayangkan rumah semacam itu. Kau harus berkata, ‘Aku melihat
rumah yang harganya seratus ribu franc;’ Maka mereka akan
berseru, ‘Oh pasti indah sekali!” (halaman 24).
Bersama si Pangeran
Kecil, si Penjelajah mulai kembali meenungkan tujuan keberadaan dirinya di
tengah alam semesta yang maha luas ini. Simaklah perjalanan si pangeran menuju
enam asteroid (yang dinamai dengan angka-angka, karena orang dewasa itu
menyukai angka) di mana ia mendapati enam jenis orang yang terlalu mendominasi
dua miliar penduduk Bumi (novel ini ditulis tahun 1943, dan sekitar angka
itulah perkiraan jumlah manusia di Bumi pada saat itu).
Mereka adalah raja yang
hanya gemar memerintah, si orang angkuh yang beranggapan bahwa semua orang
adalah pengagumnya, peminum yang hanya mau melupakan, pengusaha yang terlalu
sibuk bahkan untuk sekadar berbincang, seorang penjaga lampu yang menganggap
dirinya begitu penting hingga ia mengorbankan kesenangan-kesenangan dirinya
(dan ia terus menerus menyesalinya), dan seorang ahli geografi yang terlalu
sibuk di menara gading dan lupa untuk menjelajahi dunia. Mereka inilah (atau
kita inilah) yang sering kali menganggap diri sebagai pusat dari semesta, bahwa
hanya dirinya sendiri yang penting dan lainnya tidak.
Dengan bahasa yang
lugas namun mendalam, si Pangeran Kecil telah menyadarkan kembali si Penerbang
merenungkan kembali keberadaannya di dunia sebagai orang dewasa. Pada akhirnya,
ia memahami bahwa apa-apa yang terpenting dalam kehidupan ini tidaklah selalu
sesuatu yang dapat dilihat oleh mata, tapi yang selalu dapat dilihat oleh hati
Sungguh, buku The
Little Prince ini mengandung pelajaran yang amat berharga dibalik cover
dan ilustrasi-ilustrasi kekananakan yang menghiasi halamannya. Hal-hal
sederhana di sekitar kita, barangkali anggota keluarga terdekat, atau rumah tua
yang selama ini menaungi kita, atau sekadar bunga mawar yang kita rawat begitu
hati-hatinya, seseungguhnya mereka inilah sahabat dan harta kita. Segala
sesuatu yang memiliki keterikatan dengan diri kita, yang menjadikan diri kita
unik dan menjadikan mereka unik di antara seribu lainnya, itulah harta kita
yang sesungguhnya.
Sayangnya, lagi-lagi
sebagai seorang dewasa kita sering mengabaikan hal ini. Kita begitu sibuk
mengejar materi dan mengabaikan “harta-harta” sejati yang selama ini telah
menemani dan menjaga kita. Juga, tentang bagaimana indah dan sederhananya
memandang dunia dari kaca mata anak kecil. Dan, memang, hidup itu sejatinya
sederhana tapi kita sendiri yang membuatnya rumit dengan terlalu berfokus pada
mendapatkan dan bukannya memberi, pada uang dan angka ketimbang pada keindahan
sejati yang ada di dalam diri.
Sumber :
Wikipedia (bahasa)
https://dionyulianto.blogspot.co.id/2012/10/the-little-prince-pangeran-kecil.html
They already realesed the movie on 2015, here the official trailer :
#TheLittlePrince
#LePetitPrince
#PangeranKecil
Kok ngga bisa dibuka kak drivenya yg perancis
BalasHapus